Sibutramin Hydrochlorida sebagai Obat Pelangsing
Oleh: Butet Benny Manurung. S.Si, Apt. M.Kes
Oleh: Butet Benny Manurung. S.Si, Apt. M.Kes
DEWASA ini, mendapatkan tubuh yang langsing menjadi idaman banyak orang. Khususnya kaum wanita. Baik demi alasan kesehatan, terutama alasan keindahan bentuk tubuh.
Berbagai cara pun dilakukan untuk mewujudkan keinginan itu. Mulai dari cara yang sehat, sampai cara yang nekat. Setelah menganggap diet rendah kalori dan olahraga
tak dapat membantu penurunan berat badan secara cepat, mereka mulai menempuh jalur instan. Diantaranya dengan meminum jamu, pencahar, sampai obat kimia pelangsing secara berlebihan.
Status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya dengan pengaruh yang cukup signifikan adalah faktor gaya hidup (life style) dimana didalamnya termasuk juga pola makan.Gaya hidup dan pola makan yang tidak benar semakin hari semakin banyak dituding sebagai penyebab berbagai penyakit. Salah satu pemicunya adalah obesitas. Obesitas yang timbul akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak benar seringkali diikuti dengan timbulnya berbagai penyakit kronis seperti ateros-kelorosis, penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan sebagainya. Keadaan ini juga mendorong masyarakat untuk berusaha dengan segala daya agar terhindar dari obesitas
Sebenarnya, penggunaan Sibutramin Hydrochlorida, hanya perlu dipertimbangkan jika upaya diet, olahraga, dan perubahan gaya hidup tidak berhasil. Itu pun harus dibawah pengawasan dokter. Kondisi yang terjadi saat ini, adalah adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, menambahkan bahan kimia obat tersebut kedalam sediaan obat tradisional khususnya jamu.
Produsen jamu melihat kebutuhan untuk menjadi langsing sebagai suatu peluang yang besar. Maka mereka menambahkan bahan kimia Sibutramin Hydrochlorida kedalam produk jamu buatan mereka. Tindakan tersebut, tidak saja melanggar ketentuan pemerintah, tetapi membahayakan nyawa orang yang mengkonsumsinya.
Untuk mengetahui seberapa besar manfaat dan efek samping dari Sibutramin Hydrochlorida ini, maka sebaiknya kita mengetahui profi dari bahan kimia obat tersebut.
Sibutramin Hydrochlorida sendiri merupakan golongan obat keras yang digunakan dalam pengobatan obesitas, dimana obat ini hanya dapat diperoleh dan digunakan berdasarkan resep dokter. Sibutramine direkomendasikan untuk pasien obesitas dengan index massa tubuh=30 kg/m2, atau = 27 kg/m2 untuk pasien dengan resiko diabetes, disli-pidemia, dan hipertensi.
Sibutramin hydrochloride bekerja dengan cara menghambat reuptake noradrenaline dan serotonin oleh sel saraf setelah kedua neurotransmiter ini menyampaikan pesan diantara sel saraf yang ada di otak. Penghambatan reuptake membuat kedua neurotransmitter ini bebas menjelajah di otak.
Saat itulah keduanya menghasilkan perasaan penuh (kenyang) pada pasien sehingga mengurangi keinginan untuk makan.
Obat ini terbukti menurunkan asupan makanan dan meningkatkan thermogenesis. Efikasinya untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan telah ditunjukkan pada beberapa penelitian klinis.
Efek samping dari penggunaan Sibutramin Hidrokorida berupa sakit kepala, isomnia, konstipasi, migrain, depresi, hipertensi, takikardia, mulut kering. Penggunaan Sibutramin Hidroklorida dalam dosis tinggi berisiko meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta menyebabkan penggunanya sulit tidur sehingga senyawa kimia itu tidak boleh dikonsumsi secara sem-barangan oleh orang yang mempunyai riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia dan stroke.
Jika digunakan bersamaan dengan obat-obat yang mekanisme kerjanya menghambat oksidasi monoamine (MAOIs, seperti selegiline), Sibutramin Hydrochlorida secara klinis akan menghasilkan interaksi yang bermakna karena meningkatkan resiko serotonin syndrome.
Selain itu, penggunaan sibutramine bersamaan dengan obat-obat ketokonazol dan eritromisin dapat meningkatkan kadar sibut-ramine dalam plasma.
Obat ini merupakan obat keras yang salah satunya kontraindikasi dengan penyakit kardiovaskuler. Sedangkan orang yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas) memiliki resiko yang sangat besar untuk menderita penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan konsultasi mengenai riwayat penyakit pasien dengan Dokter sebelum memilih menggunakan Sibutramin Hydrochlorida.
Sibutramin Hydrochlorida merupakan obat golongan anoreksansia yang berdaya menekan nafsu makan secara efektif selama 4 sampai 6 minggu namun setelah digunakan 3 sampai 6 bulan efeknya akan sangat berkurang akibat terjadinya toleransi. Jika terjadi toleransi, maka ketika dilakukan pening-katan dosis (menjadi 15 mg, maksimal selama 1 tahun) perlu pengawasan ketat dari dokter untuk menghindari efek samping obat.
Dosis awal Sibutramin adalah 10 mg perhari pada pagi hari, dapat ditelan dengan atau tanpa makanan. Pada pasien dengan respon yang tidak memadai (penurunan berat badan kurang dari 2 kg setelah 4 minggu pemberian obat), dosis dapat ditingkatkan menjadi 15mg perhari, dengan catatan dosis 10 mg dapat ditoleransi dengan baik. Pemberian obat harus dihentikan jika dengan pemberian dosis 15 mg respon pasien tetap tidak memadai.
Pemberian obat harus dihentikan jika pasien sudah memberikan respon yang tidak memadai, yaitu jika penurunan berat badan tetap kurang dari 5 persen dari berat badan awal atau penurunan berat badan selama 3 bulan kurang dari 5 persen dibanding berat badan awal. Pengobatan juga harus dihentikan pada pasien yang berat badan nya naik kembali 3 kg setelah sempat turun. Obat dapat diberikan paling lama selama 1 tahun.
Walaupun FDA menyetujui penggunaan sibutramin, dan NIH (National Institutes of Health) mendukung penggunaan sibutramin untuk mengatasi obesitas, namun penggunaan jangka panjangnya tidak menunjukkan man-faat secara klinis. Meskipun penggunaan obat ini menghasilkan penambahan penurunan berat badan pada uji klinik yang dilakukan selama 1-2 tahun dan pada beberapa penelitian menaik-kan parameter metabolic yang terkait dengan obesitas, tetapi pengaruh pemberian pada gejala klinik yang terkait dengan obesitas tidak diketahui.
Sibutramin tidak dapat diberikan pada pasien dengan riwayat arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia, atau terapi tambahan dalam program penurunan berat badan pada nutritional obesity patients dengan indeks massa tubuh (Body Mass Index, BMI) lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2, atau pada nutritional excess weight patients dengan indeks massa tubuh lebih dari atau sama dengan 27 kg/m2, yang memiliki faktor risiko yang terkait dengan obesitas seperti diabetes tipe 2 atau dislipidemia.
Obat ini hanya boleh digunakan pada pasien yang sebelumnya telah gagal dengan pemberian obat tunggal lain dan penggunaannya harus merupakan bagian dari pendekatan terin-tegrasi penurunan berat badan di bawah pengawasan dokter yang berpengalaman
Dengan mengetahui profil Sibutramin Hydrochlorida, tentu kita bisa membayangkan, bahaya apa yang terjadi dalam tubuh kita, jika mengkonsumsi jamu mengandung Sibutramin Hydro-chlorida tersebut. Karena, kita mengkonsumsinya tanpa pengawasan dokter, dengan dosis yang tidak terukur dan aturan pakai yang tidak sesuai.
Mendapatkan tubuh dengan bobot yang proporsional, memang menjadi hak setiap orang. Tetapi hendaknya, tetap mengacu dan mengutamakan pertimbangan khasiat, keamanan dan manfaat secara kesehatan.***
Berbagai cara pun dilakukan untuk mewujudkan keinginan itu. Mulai dari cara yang sehat, sampai cara yang nekat. Setelah menganggap diet rendah kalori dan olahraga
tak dapat membantu penurunan berat badan secara cepat, mereka mulai menempuh jalur instan. Diantaranya dengan meminum jamu, pencahar, sampai obat kimia pelangsing secara berlebihan.
Status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya dengan pengaruh yang cukup signifikan adalah faktor gaya hidup (life style) dimana didalamnya termasuk juga pola makan.Gaya hidup dan pola makan yang tidak benar semakin hari semakin banyak dituding sebagai penyebab berbagai penyakit. Salah satu pemicunya adalah obesitas. Obesitas yang timbul akibat gaya hidup dan pola makan yang tidak benar seringkali diikuti dengan timbulnya berbagai penyakit kronis seperti ateros-kelorosis, penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan sebagainya. Keadaan ini juga mendorong masyarakat untuk berusaha dengan segala daya agar terhindar dari obesitas
Sebenarnya, penggunaan Sibutramin Hydrochlorida, hanya perlu dipertimbangkan jika upaya diet, olahraga, dan perubahan gaya hidup tidak berhasil. Itu pun harus dibawah pengawasan dokter. Kondisi yang terjadi saat ini, adalah adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, menambahkan bahan kimia obat tersebut kedalam sediaan obat tradisional khususnya jamu.
Produsen jamu melihat kebutuhan untuk menjadi langsing sebagai suatu peluang yang besar. Maka mereka menambahkan bahan kimia Sibutramin Hydrochlorida kedalam produk jamu buatan mereka. Tindakan tersebut, tidak saja melanggar ketentuan pemerintah, tetapi membahayakan nyawa orang yang mengkonsumsinya.
Untuk mengetahui seberapa besar manfaat dan efek samping dari Sibutramin Hydrochlorida ini, maka sebaiknya kita mengetahui profi dari bahan kimia obat tersebut.
Sibutramin Hydrochlorida sendiri merupakan golongan obat keras yang digunakan dalam pengobatan obesitas, dimana obat ini hanya dapat diperoleh dan digunakan berdasarkan resep dokter. Sibutramine direkomendasikan untuk pasien obesitas dengan index massa tubuh=30 kg/m2, atau = 27 kg/m2 untuk pasien dengan resiko diabetes, disli-pidemia, dan hipertensi.
Sibutramin hydrochloride bekerja dengan cara menghambat reuptake noradrenaline dan serotonin oleh sel saraf setelah kedua neurotransmiter ini menyampaikan pesan diantara sel saraf yang ada di otak. Penghambatan reuptake membuat kedua neurotransmitter ini bebas menjelajah di otak.
Saat itulah keduanya menghasilkan perasaan penuh (kenyang) pada pasien sehingga mengurangi keinginan untuk makan.
Obat ini terbukti menurunkan asupan makanan dan meningkatkan thermogenesis. Efikasinya untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan telah ditunjukkan pada beberapa penelitian klinis.
Efek samping dari penggunaan Sibutramin Hidrokorida berupa sakit kepala, isomnia, konstipasi, migrain, depresi, hipertensi, takikardia, mulut kering. Penggunaan Sibutramin Hidroklorida dalam dosis tinggi berisiko meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung serta menyebabkan penggunanya sulit tidur sehingga senyawa kimia itu tidak boleh dikonsumsi secara sem-barangan oleh orang yang mempunyai riwayat penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia dan stroke.
Jika digunakan bersamaan dengan obat-obat yang mekanisme kerjanya menghambat oksidasi monoamine (MAOIs, seperti selegiline), Sibutramin Hydrochlorida secara klinis akan menghasilkan interaksi yang bermakna karena meningkatkan resiko serotonin syndrome.
Selain itu, penggunaan sibutramine bersamaan dengan obat-obat ketokonazol dan eritromisin dapat meningkatkan kadar sibut-ramine dalam plasma.
Obat ini merupakan obat keras yang salah satunya kontraindikasi dengan penyakit kardiovaskuler. Sedangkan orang yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas) memiliki resiko yang sangat besar untuk menderita penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu sangat perlu dilakukan konsultasi mengenai riwayat penyakit pasien dengan Dokter sebelum memilih menggunakan Sibutramin Hydrochlorida.
Sibutramin Hydrochlorida merupakan obat golongan anoreksansia yang berdaya menekan nafsu makan secara efektif selama 4 sampai 6 minggu namun setelah digunakan 3 sampai 6 bulan efeknya akan sangat berkurang akibat terjadinya toleransi. Jika terjadi toleransi, maka ketika dilakukan pening-katan dosis (menjadi 15 mg, maksimal selama 1 tahun) perlu pengawasan ketat dari dokter untuk menghindari efek samping obat.
Dosis awal Sibutramin adalah 10 mg perhari pada pagi hari, dapat ditelan dengan atau tanpa makanan. Pada pasien dengan respon yang tidak memadai (penurunan berat badan kurang dari 2 kg setelah 4 minggu pemberian obat), dosis dapat ditingkatkan menjadi 15mg perhari, dengan catatan dosis 10 mg dapat ditoleransi dengan baik. Pemberian obat harus dihentikan jika dengan pemberian dosis 15 mg respon pasien tetap tidak memadai.
Pemberian obat harus dihentikan jika pasien sudah memberikan respon yang tidak memadai, yaitu jika penurunan berat badan tetap kurang dari 5 persen dari berat badan awal atau penurunan berat badan selama 3 bulan kurang dari 5 persen dibanding berat badan awal. Pengobatan juga harus dihentikan pada pasien yang berat badan nya naik kembali 3 kg setelah sempat turun. Obat dapat diberikan paling lama selama 1 tahun.
Walaupun FDA menyetujui penggunaan sibutramin, dan NIH (National Institutes of Health) mendukung penggunaan sibutramin untuk mengatasi obesitas, namun penggunaan jangka panjangnya tidak menunjukkan man-faat secara klinis. Meskipun penggunaan obat ini menghasilkan penambahan penurunan berat badan pada uji klinik yang dilakukan selama 1-2 tahun dan pada beberapa penelitian menaik-kan parameter metabolic yang terkait dengan obesitas, tetapi pengaruh pemberian pada gejala klinik yang terkait dengan obesitas tidak diketahui.
Sibutramin tidak dapat diberikan pada pasien dengan riwayat arteri koroner, gagal jantung kongestif, aritmia, atau terapi tambahan dalam program penurunan berat badan pada nutritional obesity patients dengan indeks massa tubuh (Body Mass Index, BMI) lebih dari atau sama dengan 30 kg/m2, atau pada nutritional excess weight patients dengan indeks massa tubuh lebih dari atau sama dengan 27 kg/m2, yang memiliki faktor risiko yang terkait dengan obesitas seperti diabetes tipe 2 atau dislipidemia.
Obat ini hanya boleh digunakan pada pasien yang sebelumnya telah gagal dengan pemberian obat tunggal lain dan penggunaannya harus merupakan bagian dari pendekatan terin-tegrasi penurunan berat badan di bawah pengawasan dokter yang berpengalaman
Dengan mengetahui profil Sibutramin Hydrochlorida, tentu kita bisa membayangkan, bahaya apa yang terjadi dalam tubuh kita, jika mengkonsumsi jamu mengandung Sibutramin Hydro-chlorida tersebut. Karena, kita mengkonsumsinya tanpa pengawasan dokter, dengan dosis yang tidak terukur dan aturan pakai yang tidak sesuai.
Mendapatkan tubuh dengan bobot yang proporsional, memang menjadi hak setiap orang. Tetapi hendaknya, tetap mengacu dan mengutamakan pertimbangan khasiat, keamanan dan manfaat secara kesehatan.***
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas komentarnya.