KEBUTUHAN BIOLOGIS
Manusia itu diciptakan berpasangan, untuk saling melindungi dan menyayangi. Maka, sudah bagian dari fitrah manusia kalo' memiliki potensi untuk mencintai 'N dicintai. Dalam psikologi, cinta adalah bagian dari emosi yang secara naluri ngga' bisa dihindari. Karena itu, ia menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Dalam artian, cinta harus direfleksikan kepada objek yang diinginkan. Singkatnya, kalo' ada orang yang lagi mencintai orang lain, maka saat itu ia sedang memenuhi kebutuhan biologisnya.
BUTUH TEMAN CURHAT
Kadang-kadang kamu sulit membicarakan hal-hal yang bersifat privacy. Terhadap orang tua pun, kamu sulit berterus terang. Ngga' semua anak bisa berkomunikasi dengan orang tuanya dan juga sebaliknya. Meskipun hal tersebut ngga' baik jika kamu abaikan. Bagaimanapun juga, orang tuamu adalah pendengarmu yang paling baik dan setia lho. Ngga' tahu kenapa, buat sebagian orang, ada hal-hal yang memang bikin ricuh dan malu untuk diomongin ke orang tua. Kalo' sudah gini, seseorang butuh teman yang bisa ngerti dan siap mendengarkan semua keluhan. Biasanya curhat dengan lawan jenis terasa lebih menarik ketimbang dengan sesama jenis. Kadang jawaban yang diberikan terasa lebih objektif, iya kan ? Ngga' heran kalo' banyak orang yang jatuh cinta dengan teman curhatnya.
BUTUH MOTIVATOR
Sifat ilmiah manusia adalah merasakan suka dan duka. Karena itu manusia selalu butuh motivator dalam keadaan apapun. Kalo' lagi senang, ia butuh motivasi berupa apresiasi, sebaliknya kalo' lagi sedih ia butuh motivasi berupa nasehat-nasehat yang bisa bikin ia lupa dengan dukanya. Seseorang pasti akan sangat senang kalo' didampingi oleh orang-orang yang selalu memotivasinya. Apalagi kalo' motivasi itu berasal dari orang yang disukainya. Survey membuktikan bahwa motivasi dapat membangun prestasi belajar dan bekerja.
BUTUH PERHATIAN
Siapa sich yang ngga' butuh perhatian ? bahkan orang cuek sekalipun akan membutuhkan perhatian. Manusia sebagai mahluk sosial haus perhatian. Seseorang akan merasa dihargai keberadaannya ketika ia dihargai oleh orang-orang disekelilingnya.Ngga' beda dengan motivasi, perhatian juga bisa membangun pola pikir dan laku seseorang supaya menjadi lebih baik. So, alangkah senangnya orang yang kita cintai memperhatikan kita. Rasanya beda dech !
SUDAH BERUMUR TAPI BELUM PACARAN
Usia juga ternyata bisa mempengaruhi seseorang jatuh cinta. Memang semua orang tidak akan pernah luput dari rasa cinta tapi tidak semua orang juga dapat merefleksikan cinta tersebut. Ada sebagian orang yang baru bisa merefleksikan cintanya disaat usianya sudah mendekati 'limit' alias berumur. Makanya doi biasanya agak tergesa-gesa dalam menentukan pilihan. Hati-hati, bisa-bisa salah pilih tuch !! Tapi sudah bagian dari fitrah manusia kalo' mereka punya potensi untuk mencintai dan dicintai. Kata Victor Hugo, kebahagiaan yang tertinggi adalah pengakuan kalo' kita dicintai.
CINTA ITU KEBUTUHAN
Percaya ngga' kalo' cinta itu kebutuhan ? jangan salah loh, cinta itu memang termasuk kebutuhan. Cinta itu bagian dari emosi yang secara alamiah ngga' bisa dihindari. Karena posisinya itu, cinta jadi kebutuhan yang mesti dipenuhi. Makanya, Abraham Maslow memasukkan cinta ke dalam hirarki kebutuhan manusia. Maslow juga bilang, jika kebutuhan ini ngga' dipenuhi maka kamu akan merasakan kesepian yang beigtu mendalam. Pada akhirnya kamu juga yang rugi karena hubungan sosialmu ngga' bagus. Kalo' sudah gitu bisa ditebak khan, hidup kamu ngga' ada artinya bukan ?
TIDAK DAPAT HIDUP SENDIRI
Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan dengan tujuan agar keduanya saling mengenal, menyayangi dan saling menolong. Keduanya pun punya tugas yang sama, yaitu melestarikan kehidupan meskipun ada perbedaan peran dalam keduanya. Nah, peran inilah yang bisa ngejadiin keduanya ngejalanin fungsinya sebagai mahluk sosial. Papa 'N Mama misalnya, karena mereka memiliki peran yang berbeda maka keluargamu bisa hidup dengan baik. Kebayang kan, kalo' keduanya tidak saling ngebantu, wow ... rumahmu ngga' akan tenteram. Nah manusia bisa saling mengenal, menyayangi 'N menolong, Tuhan memberikan potensi kepada laki-laki dan perempuan rasa cinta. Dan rasa cinta ini pula yang akan membantu laki-laki dan perempuan untuk melestarikan keturunan agar kehidupan harus terus berlanjut. Mulia kan tugas keduanya. Coba kalo' keduanya saling bermusuhan, ehm ... bisa-bisa ngga' ada kehidupan. That's Why, laki-laki 'N perempuan ngga' bisa hidup terpisah. So, sudah sewajarnya kalo' laki-laki 'N perempuan saling jatuh cinta.
Senin, 30 November 2009
Alasan Jatuh Cinta
All About Love part 3
All About Love part 2
Minggu, 29 November 2009
BAGAIMANA MEMILIH AGAMA?
(How To Choose A Religion ?)
OLEH : VEN. K. SRI DHAMMANANDA
Pada zaman Sang Buddha, telah banyak ahli-ahli agama yang luar biasa kemampuannya di India. Banyak orang pandai pada masa itu yang membicarakan perbedaan agama. Adakah sang pencipta? Tidak adakah sang pencipta? Adakah roh? Tidak adakah roh? Apakah dunia tanpa suatu awal? Apakah ada awal dari dunia? Itu adalah beberapa topik pembicaraan yang – dengan sangat hebat – diperdebatkan, yang telah menyita banyak waktu dan tidak pernah selesai.
Dan tentunya seperti juga pada masa kini, banyak orang yang menyatakan bahwa dirinya telah mendapatkan jawaban, dan apabila orang-orang tidak mengikutinya, maka mereka akan dikutuk dan masuk neraka. Tentunya semakin banyak pencipta “pelayan kebenaran”, akan semakin membingungkan.
Sekelompok anak muda suku Kalama yang saleh pergi menemui Sang Buddha, dan memohon untuk dijelaskan tentang kebingungan mereka. Apa yang harus dilakukan sebelum seseorang menerima atau menolak suatu ajaran.
Sang Buddha menasehati sebagaimana yang dijelaskan dalam Kalama Sutta;
“….adalah untuk tidak menerima sesuatu apabila didasarkan pada;sudah
menjadi tradisi, sudah lama ada, atau sudah sering didengar….”
Umumnya, manusia menjadi yakin setelah mendengarkan pembicaraan orang lain. Mereka berpikir untuk menerima apa yang dikatakan oleh orang lain tentang agamanya, atau apa yang tersimpan di dalam kitab agamanya. Banyak orang tidak mau pusing-pusing untuk menelaah, mencari apa yang dikatakan itu benar ataukah tidak. Pendapat umum ini sungguh sulit untuk diterima, khususnya di zaman modern ini, di mana pendidikan telah mengajarkan manusia untuk tidak begitu saja menerima apa yang dikatakan sebelum dapat dijelaskan dengan cara yang benar. Banyak intelektual muda menggunakan emosi dan perasaan, atau ketaatan tanpa menggunakan nalar pikirannya.
Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan kebebasan penuh kepada kelompok anak muda tersebut untuk memilih, dan mengajarkan cara yang baik agar mereka menerima suatu agama secara rasional.
Ketika sekelompok anak muda suku Kalama tidak dapat memutuskan bagaimana memilih agama yang pantas, maka mereka datang kepada Sang Buddha untuk menerima nasihat Beliau. Mereka katakan kepada-Nya bahwa kumpulan agama yang memperkenalkan berbagai ragam agama, membuat mereka bingung, dan mereka tidak mengerti ajaran mana atau agama mana yang benar. Anak-anak muda tersebut dapat disamakan dengan anak muda masa kini yang merupakan pemikir-pemikir bebas, atau pengamat kebenaran. Itulah sebabnya mengapa mereka memutuskan untuk mendiskusikannya dengan Sang Buddha.
Mereka memohon petunjuk agar dapat menolong diri mereka untuk menemukan cara yang tepat tentang memilih agama, sehingga mereka dapat menemukan kebenaran tersebut.
Menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak mengklaim bahwa Ajaran-Nya yang paling bernilai, dan tidak mengatakan bahwa orang –orang yang percaya agama lain akan masuk neraka. Beliau hanya memberikan nasihat yang sangat penting kepada mereka untuk direnungkan. Sang Buddha tidak pernah mendorong manusia untuk menerima suatu ajaran sebagai warisan, tetapi mengharapkan mereka untuk mengertinya tanpa purbasangka. Beliau juga tidak mendorong mereka untuk menggunakan emosi atau ketaatan secara membabi buta untuk menerima suatu agama. Ajaran Sang Buddha ini dikenal sebagai agama yang merdeka dan masuk akal.
Kita sebaiknya tidak menerima sembarang agama dengan percaya begitu saja, atau dengan emosi untuk mempraktikkan agama. Kita sebaiknya tidak menerima agama begitu saja, yang semata-mata untuk menghilangkan kecemasan kita tentang apa yang akan terjadi pada diri kita, baik setelah kita meninggal dunia atau karena diancam dengan api neraka, atau yang lainnya. Agama harus dapat diterima bila agama itu memberikan suatu kebebasan untuk memilih. Semua orang harus memeluk agama dengan pengertian yang benar, dan tidak dikarenakan itu adalah hukum yang ditentukan oleh apa yang disebut ‘yang kuasa’, atau suatu kekuatan supra natura. Menganut suatu agama harus bersifat manusiawi dan berdasarkan pendapat yang rasional mengenai agama itu.
Manusia dapat saja membuat pernyataan tentang agamanya dengan membeberkan berbagai macam kejadian untuk menyakinkan orang lain. Akhirnya mereka dapat memperkenalkannya sebagai wahyu untuk mengembangkan kesetiaan dan kepercayaan. Tetapi seharusnya kita membaca apa yang tertulis secara analistis dengan menggunakan pikiran sehat dan kekuatan akal pikiran. Inilah yang Sang Buddha nasihatkan kepada kita untuk tidak menerima sesuatu secara tergesa-gesa yang tercatat, tradisi, atau telah lama dibicarakan.
Manusia melaksanakan tradisi-tradisi tertentu yang didasarkan pada kepercayaan, keharusan, atau pola hidup suatu kelompok dimana dia dilahirkan. Akan tetapi bagaimanapun juga tradisi itu penting dan berguna. Hal mana, Sang Buddha tidak menyatakan semua tradisi itu keliru, tetapi menasihatkan kita untuk lebih berhati-hati melaksanakannya, yang mana berguna, yang mana tidak berguna. Kita harus menyaring tradisi-tradisi tertentu yang ketinggalan zaman dan tidak berguna setelah suatu masa. Karena banyak tradisi diperkenalkan dan dianut oleh manusia primitif dengan pengertian mereka yang sangat terbatas tentang kehidupan manusia dan alam semesta pada masa itu. Tetapi pada masa kini, dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sudah sangat modern serta pengetahuan tentang alam semesta, kita dapat mengerti fenomena kehidupan alam.
Kepercayaan yang diyakini manusia primitif tentang matahari, bulan, bintang, angin, kilat dan guntur, hujan dan gempa bumi didasarkan pada usaha mereka untuk menyibak fenomena alam yang nampaknya sangat mengerikan. Para ahli pada masa itu berusaha menjelaskan bahwa itu adalah dewa atau dilakukan dewa-dewa dan kekuatan supra natura. Dengan pengetahuan kita yang sudah maju, kita dapat menjelaskan kepada mereka tentang gejala alam sebagaimana apa adanya.
Itulah mengapa Sang Buddha berkata;
“Jangan menerima apa yang hanya sekali kamu dengar. Jangan mencoba membenarkan kelakuan yang tidak masuk akal dengan mengatakan bahwa itu adalah tradisi, kemudian kita harus untuk menerimanya’.
Kita sebaiknya tidak percaya kepada tahyul atau dogma agama dengan begitu saja hanya karena dikemukakan oleh orang yang lebih tua. Bukannya kita tidak menghormati mereka, tetapi kita harus seiring dengan zaman. Kita sebaiknya memelihara kepercayaan yang sesuai dengan pandangan dan nilai zaman modern, serta menolak apa yang berlebih-lebihan, atau tidak sesuai dengan perubahan waktu. Dengan cara ini kita dapat hidup dengan lebih baik.
Beberapa puluh tahun yang lalu, ketua gereja Anglikan, Uskup dari Woolich mengemukakan “perbedaan tuhan” untuk menjelaskan apa yang tidak dimengertinya mengenai atribut tuhan. Karena pengetahuan kita berkembang, kekuatan dewapun ‘berkurang’ secara bersamaan.
Setiap orang senang mendengar cerita. Mungkin inilah yang menyebabkan orang percaya kabar angin. Pandangan seratus orang yang menyaksikan suatu kejadian akan berbeda-beda, dan ketika setiap orang menceritakannya kepada orang lain, dia akan menghubungkannya dengan cara yang berbeda dengan menambahkan beberapa hal lain dan membesar-besarkan yang kecil. Dia akan memperindahnya dan menambahkan garam dan bumbu untuk membuat ceritanya menjadi sedap dan menarik.umumnya, setiap orang akan menceritakan kisahnya seolah-olah hanya dia yang dapat menceritakannya dengan jelas.inilah kebiasaan manusia, yang menciptakan dan mengembangkan suatu kisah.
Jika anda membaca cerita tertentu, coba ingat, sebagian besar interpretasinya adalah menghias suatu kejadian kecil sehingga tampak indah dan menarik. Namun, tidak ada satupun makna dari kisah itu yang diceritakan kepada kita, dan tidak ada yang menaruh perhatian pada cerita itu. Sebaliknya, cerita adalah suatu cara yang sangat menarik untuk menyampaikan berita tentang kemoralan. Buku-buku Buddhis adalah suatu kumpulan yang sangat kaya akan kisah-kisah tersebut. Tetapi apa yang tercatat di dalam buku-buku tersebut hanya sekedar cerita. Kita tidak harus percaya kepadanya seolah-olah cerita itu adalah suatu yang mutlak. Kita sebaiknya tidak seperti seorang anak kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat mengerti apa yang dikatakan oleh seorang nenek, dan bercakap-cakap seperti seorang manusia.
Banyak orang bercerita tentang keajaiban, ketuhanan dan tuhan, bidadari, dan kekuatan yang menandakan apa yang mereka anut. Banyak orang cenderung untuk menerima sesuatu tanpa mengadakan penyelidikan, tetapi berkenaan dengan agama Buddha, kita hendaknya tidak percaya begitu saja kepada sesuatu yang diceritakan oleh karena mereka sendiri terpedaya.
Umumnya, manusia di dunia ini masih berada dalam kegelapan dan kemampuan mereka untuk mengerti akan kebenaran itu sangat miskin. Hanya sedikit orang yang mengerti dengan baik. Bagaimana mungkin seorang buta menuntun seorang buta lainnya? Kemudian yang lainnya berkata,”seorang pemimpin bermata satu dapat menjadi raja di antara orang-orang buta”. Beberapa orang mungkin hanya mengetahui sebagian kecil dari suatu kebenaran. Kita harus berhati-hati dalam menjelaskan kepada mereka tentang kebenaran mutlak ini.
Selanjutnya, Sang Buddha memperingatkan kita untuk tidak percaya begitu saja kepada apa yang tercatat di dalam kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa pesan yang tertulis di dalam kitab sucinya itu disampaikan langsung oleh tuhan mereka. Sekelompok orang berusaha memperkenalkan apa yang ada di dalam buku-buku sebagai pesan langsung dari surga. Hal ini tentu saja sulit untuk dipercaya bahwa mereka menerimanya dari surga, dan mencatatnya ke dalam kitab suci mereka-terjadi hanya pada beberapa ribu tahun yang lampau.
Mengapa wahyu tersebut tidak diberikan lebih awal? (mengingat umur bumi telah mencapai kira-kira 4.5 milyar tahun). Mengapa itu dibuat hanya untuk menyenangkan beberapa orang saja? Tentunya akan lebih efektif apabila mengumpulkan semua orang di suatu tempat, dan lebih baik mengungkapkan kebenaran kepada banyak orang daripada hanya mengandalkan seorang saja untuk melakukan tugas itu.
Bukankah lebih baik jika tuhan mereka menampakkan dirinya pada hari-hari tertentu untuk membuktikan keberadaan dirinya? Dengan cara itu mereka tidak akan mendapat kesulitan untuk memeluk seluruh dunia.
Umat Buddha tidak mencoba untuk memperkenalkan ajaran Sang Buddha sebagai wahyu ilahi, dan tidak akan menggunakan kekuatan mistik dan hal yang aneh-aneh untuk membabarkan ajaran.
Menurut Sang Buddha, kita sebaiknya tidak menerima ajaran-Nya –sebagaimana yang tercatat di dalam kitab suci Buddhis –secara membabi buta tanpa suatu pengertian.
Inilah suatu ciri khas bahwa kemerdekaan adalah suatu hal yang diberitakan oleh Sang Buddha. Beliau tidak pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah orang-orang pilihan, Beliau memberikan penghargaan yang lebih tinggi kepada kemampuan dan kepandaian manusia.
Cara yang paling baik bagi manusia yang rasional untuk mengikuti apapun, adalah dengan mempertimbangkan secara hati-hati sebelum menerima atau menolak sesuatu. Mempelajari, berpikir, meneliti sampai kita yakin dan membuktikannya, jika anda menerima hanya karena ‘yang kuasa’ atau
kitab suci, anda tidak akan pernah membuktikan kebenaran tersebut pada diri anda. (Tidak tergantung pada logika dan pendapat pribadi adalah salah satu nasihat Sang Buddha). Jangan berpikir bahwa kekuatan rasional anda adalah mutlak. Sebaliknya, anda akan menjadi sangat bangga dan sombong, serta tidak mau mendengar pendapat orang lain, yang mungkin lebih tahu dari anda sendiri.
Biasanya kita menasihatkan orang lain untuk menggunakan akal pikirannya. Tentu, dengan menggunakan daya pikiran dan akal yang terbatas, manusia tidak sama dengan hewan dalam hal menggunakan pikiran. Semua anak-anak dan orang-orang yang tidak terdidik menggunakan kekuatan pikiran sesuai dengan usia, kedewasaan, pendidikan, dan pengertiannya. Tetapi kekuatan pikiran berbeda dengan kedewasaan, ilmu dan pengalaman. Sekali lagi, akal pikiran adalah suatu yang berubah dari waktu ke waktu. Pribadi seseorang atau pengenalan terhadap konsep juga berubah dari masa ke masa.
Sebagaimana akal pikiran tidak akan berakhir untuk beranalisa akan suatu kebenaran yang pasti. Setelah tidak ada pilihan lain, kita harus menggunakan kekuatan pikiran kita sehingga mendapatkan pengertian yang sebenarnya. Tujuan kita adalah secara berkesinambungan mengembangkan daya pikir dengan menyiapkan diri belajar dari orang lain, tanpa memberi kesempatan kepada kepercayaan yang membuta. Dengan mengekspos diri kita terhadap berbagai cara berpikir yang berlainan, dengan menguji kepercayaan kita, pikiran kita akan selalu terbuka, kita mengembangkan pengertian kita dan dunia di sekeliling kita.
Sang Buddha pergi mencari semua guru ahli sebelum Beliau mencapai Penerangan Sempurna. Beliau dapat menerima apa yang mereka ajarkan. Sebagai pengganti, Beliau menggunakan seluruh daya pikir-Nya untuk menembus kebenaran. Dan ketika Beliau mencapai Penerangan Sempurna, Beliau tidak pernah kehilangan sifat –Nya atau memaksa orang lain yang tidak setuju dengan ajaran –Nya.
Sekarang kita pertimbangkan dengan argumentasi atau logika. Sekali waktu pikiran kita menentukan sesuatu hal dapat diterima, kita namakan itu masuk akal. Sesungguhnya seni berlogika itu adalah alat yang sangat berharga untuk berargumentasi. Logika dapat dieksploitasikan oleh seorang pembicara berbakat yang menggunakan kepandaian dan kelicikan.
Seseorang yang sangat pandai bicara dapat menjatuhkan suatu kebenaran dan keadilan, serta menghancurkan yang lain, seperti pengacara di pengadilan. Kelompok agama yang berbeda mengatakan bahwa agamanya adalah yang terbaik dibanding dengan lainnya. Argumentasi mereka biasanya didasarkan pada bakat dan kemampuan yang mengekspresikan ide-ide mereka, tetapi sesungguhnya mereka tidak tertarik kepada kebenaran. Itulah alam dari argumentasi.
Untuk mencapai kebenaran, Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak dipengaruhi oleh argumentasi atau logika yang menyimpang dari penelitian. Ketika manusia mulai dengan argumentasi, biasanya emosi menyala dan hasilnya adalah pertengkaran argumentasi. Terakhir, egoisme manusia ditambahkan untuk adu pendapat. Akhirnya hanya menciptakan permusuhan, sebab tidak ada seorang pun yang bersedia mengeluarkan pendapatnya lagi. Oleh karena itu, seseorang jangan mengembangkan kebenaran agama sampai menimbulkan pertentangan pendapat. Itulah salah satu nasihat penting yang telah disampaikan oleh Sang Buddha.
Nasihat berikutnya adalah untuk tidak menerima suatu kebenaran mutlak karena pengaruh seseorang. Hal ini menunjuk kepada kepercayaan seseorang yang tampak seperti kebenaran melalui daya khayalannya, meskipun kita mempunyai beberapa keraguan dalam pikiran kita sebelum kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran; atau setelah kita kehabisan akal penelitian.
Setelah pikiran kita banyak ditipu oleh kemampuan dan emosi perasaan, sikap mental kita menciptakan banyak ilusi, khayalan. Kita juga dibelenggu oleh ketidak-tahuan. Semua orang menderita dikarenakan kebodohan dan bayang-bayang. Kekotoran batin menyelimuti pikiran sehingga kita condong berprasangka dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan bayang-bayang. Hasilnya, kita hanya yakin bahwa diri kitalah yang paling benar. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak mengambil kesimpulan semata-mata berdasarkan emosi perasaan, akan tetapi carilah banyak keterangan dan renungkan sebelum mengambil suatu kesimpulan. Maka, sebaiknya kita harus mendengarkan terlebih dahulu apa yang dibicarakan oleh orang lain. Mungkin mereka akan menghilangkan keragu-raguan kita
dan menolong kita mengakui kesalahan yang dianggap benar.
Sebagai contoh, pada zaman dulu manusia percaya bahwa matahari mengelilingi bumi, yang diyakini seperti uang logam yang datar. Hal ini didasarkan pada terbatasnya ilmu pengetahuan; tetapi mereka akan merejam siapa yang berani menentang pendapat tersebut. Terima kasih kepada Guru Agung kita, bahwa umat Buddha tanpa catatan sejarah hitam dimana kita pernah menentang sesuatu yang tidak masuk akal. Hal mana menyebabkan banyak sekali sekolah Buddhis dapat hidup berdampingan secara damai dengan yang lainnya. Dengan didasari oleh ajaran Sang Buddha yang sangat jelas, umat Buddha menaruh hormat kepada pandangan orang lain, yang juga benar.
Nasihat lainnya adalah untuk tidak menerima sesuatu yang nampaknya benar. Ketika anda melihat dan mendengarkan tafsiran yang diberikan oleh orang lain, anda menerima begitu saja hanya dari bentuk yang tampak tanpa menggunakan daya penganalisaan anda.
Sering kali konsep atau pendapat yang anda ciptakan tentang obyek jauh dari hakikat yang sebenarnya. Mencoba untuk melihat sesuatu tanpa memberikan suatu pemantas atau pembanding, pandangan Buddhis terkenal sebagai analisa doktrin. Hanya berdasarkan analisa, kita dapat mengerti realita dari suatu hukum benda dan hubungan antara elemen dan tenaga energi berfungsi, bagaimana mereka timbul dan tenggelam.
Jika anda benar-benar memeriksa sifat dasar dari alam ini, dan dapat anda buktikan bahwa segala sesuatu itu tidak kekal atau anicca, serta pandangan tentang objek lebih maju; maka tidak akan menciptakan kekecewaan. Dan anda akan menyadari, bahwa tidak ada gunanya untuk bertengkar tentang pendapat; yang akhirnya hanya suatu bayangan atau ilusi; yang tampaknya seperti sesuatu yang benar.
Umat Buddha tidak perlu mempertaruhkan kehormatan untuk bertengkar soal dunia akan kiamat, sebab pasti, segala sesuatu akan musnah dan diganti. Suatu saat, dunia pasti kiamat. Tidak perlu ragu-ragu tentang hal ini. Setiap napas kita masuk dan keluar, sebagian dari tubuh kita rusak. Akhir dunia (yang disabdakan oleh Sang Buddha) secara umum adalah suatu kejadian dramatis yang terjadi setiap saat dari kehidupan kita. Ilmu astronomi modern menyatakan bahwa dunia dapat meletup setiap saat. Umat Buddha tidak kuatir masa yang lalu dan tidak kuatir akan masa depan, yang penting adalah pada saat ini, hari ini, mereka dalam keadaan tenang.
Sebagaimana kita ketahui, akhir dari dunia bukan sesuatu yang menakutkan atau sesuatu yang menjadikan kita gelisah. Sang Buddha memperingatkan pengikut –Nya untuk tidak tergantung kepada pengalaman seseorang yang berspekulatif. Setelah mendengar atau membaca teori tertentu, orang-orang pada umumnya akan –secara sederhana –tiba pada suatu kesimpulan dan memegang teguh kepercayaannya. Mereka dengan sangat kasar menolak untuk mengubah pandangan hidupnya, sebab sekali mereka memeluk kepercayaan tersebut, mereka telah diperingatkan bahwa mereka akan dibakar di neraka apabila menukar kepercayaan.
Di dalam ketidak-tahuan dan ketakutan, orang-orang ‘miskin’ yang hidup dalam surga kebodohan berpikir bahwa dosa-dosa mereka secara ajaib telah dimusnahkan, dihapuskan. Sang Buddha menasihatkan untuk tidak membuat suatu kesimpulan dengan tergesa-gesa, yang memutuskan apakah sesuatu itu benar atau sebaliknya.
Banyak orang menemukan segala sesuatu di dunia ini, tetapi hal yang paling sulit bagi mereka adalah melihat kebenaran atau kenyataan. Kita sebaiknya tidak tergantung pada desas-desus untuk mengerti suatu kebenaran, kita mungkin menerima hal tertentu sebagai dasar untuk memulai suatu penyelidikan, yang pada akhirnya akan memuaskan rasa ingin tahu kita.
Keputusan yang kita ambil berdasarkan spekulasi dapat diibaratkan dengan keputusan yang dibuat oleh sejumlah orang buta, yang memegang bagian tubuh seekor gajah. Semua orang mengatakan bahwa dialah yang paling benar, berdasarkan apa yang dipikirkan tentang seperti apa bentuk gajah itu. Semua berkata dialah yang paling benar, walaupun apa yang dikatakan itu ternyata salah, dalam pikiran mereka bahwa pendapat mereka itu benar belaka.
Kita juga jangan seperti katak dibawah tempurung, yang berpikir tidak ada dunia lain selain yang dilihatnya. Kita dibutakan oleh mental batin kita yang kotor. Inilah yang menyebabkan kita sulit menerima kebenaran. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang salah mengerti dan mempengaruhi kita dengan amat mudah. Kita selalu mengubah kepercayaan yang kita terima sebagai kebenaran sebab kita tidak memegang teguh ajaran tersebut.
Manusia mengubah agamanya dari waktu ke waktu sebab mereka sangat mudah dipengaruhi emosi kemanusiaan. Sekali kita dapat menyatakan kebenaran, kita tidak perlu mengubahnya lagi karena berbagai keadaan, sebab pada akhirnya kebenaran tidak berubah, hal itu adalah mutlak.
Jangan dengan amat mudah mengubah pandangan hanya karena kagum pada kemampuan yang tampaknya luar biasa, ini adalah nasihat berikut yang diberikan oleh Sang Buddha kepada kelompok anak muda suku Kalama. Banyak orang yang mempunyai kemampuan sangat mengagumkan dengan kelakuan dan kemampuan nyata untuk melakukan hal – hal tertentu. Sebagai contoh, akankah anda secara membuta percaya bahwa gadis-gadis dalam iklan televisi yang menyatakan, bahwa anda akan menjadi cantik secantik dia, mempunyai gigi seindah dia, apabila menggunakan pasta gigi merek tertentu?
Tentu saja tidak! Anda tidak akan menerima begitu saja tanpa mencoba untuk menguji secara hati-hati tentang kebenaran ucapannya. Hal ini seperti apabila seseorang yang pandai berbicara mengetuk pintu anda dan secara gemilang menceritakan ‘kebenaran’. Mereka mungkin bercerita tentang banyak guru-guru agama, guru dan ahli-ahli meditasi. Mereka juga akan menambahkan suatu pernyataan yang dibesarkan tentang kemampuan guru mereka untuk mempengaruhi pikiran anda.
Jika anda secara membuta menerima apa yang dikatakan sebagai kebenaran, dengan pikiran dangkal anda akan percaya dengan gentar dan rasa takut, sebab anda sudah terpengaruh. Anda mungkin akan mengikuti kepercayaannya untuk beberapa waktu, namun pada suatu saat, anda akan menjadi ragu-ragu sebab tidak menerimanya sesuai dengan pengertian dan pengalaman. Secepat seorang guru yang pandai datang, kami akan membuang yang pertama.
Periksalah apa yang dikatakan oleh Sang Buddha. Renungkan bagaimana masuk akalnya, rasional, dan ilmiahnya ajaran Beliau;
“Jangan mendengar kepercayaan orang dengan membuta. Dengarkan dengan segenap perhatian, dengan pikiran yang terkonsentrasi, dan pikiran yang terbuka, tetapi sebaiknya jangan mengeluarkan pendapat pribadi dan keahlian anda ketika mendengarkan pembicaraan mereka.
Mereka mungkin akan mencoba untuk membangkitkan emosi dan mempengaruhi pikiran seiring dengan kebutuhan duniawi untuk memenuhi hasrat anda. Tetapi mungkin maksud tujuan mereka bukan kepentingan menyatakan ‘kebenaran’.”
“Jangan menerima segala sesuatu karena pertimbangan ini adalah guru kami, ‘inilah nasihat terakhir dari Sang Buddha pada konteks ini. Pernahkah anda mendapatkan dari guru yang berguna, sayalah tuhan. Ikutilah saya, puja saya, berdoalah pada saya, bila tidak anda tidak akan diselamatkan’. Mereka juga berkata; ‘Kamu jangan memuja tuhan yang lain atau guru yang lain’.”
Pikirkan dan renungkan sejenak untuk mengerti apa sikap Sang Buddha dalam hal ini. Beliau berkata;
“Jangan secara membuta tergantung kepada gurumu.”
Beliau adalah penemu dari sebuah agama atau seorang Guru terkenal, tetapi secara tenang ‘menganjurkan’ anda sebaiknya tidak mengembangkan pikiran yang hanya baru sekali saja mendengar.
Hal ini menunjukkan Sang Buddha sangat menghargai kemampuan seseorang dan menginginkan seseorang untuk menggunakan kebebasannya tanpa tergantung pada orang lain.
Sang Buddha berkata;
“Jadilah pulau pelindung bagi dirimu sendiri.”
Sang Buddha telah menyatakan kepada kita, bahwa Beliau hanyalah seorang guru yang telah mencapai Penerangan Sempurna, dan pengikut –Nya tidak perlu berlebihan untuk memuja –Nya. Beliau tidak pernah menjanjikan kepada pengikut –Nya, bahwa dengan mudah akan masuk surga atau mencapai Nibbana, jika secara membuta memuja –Nya.
Jika kita melaksanakan ajaran dari suatu agama hanya berdasarkan pada guru tersebut, kita tidak akan dapat merealisasikan kebenaran. Tanpa membuktikan kebenaran suatu agama yang kita anut, kita dapat menjadi korban dari kepercayaan membuta dan mengurung kebebasan berpikir; akhirnya kita hanya menjadi budak guru tertentu dan membenci guru yang lainnya.
Harus kita buktikan bahwa kita tidak tergantung pada orang lain untuk keselamatan diri kita sendiri. Tetapi kita harus hormat pada guru-guru agama yang tulus dan berjasa terhadap kebaikan. Guru – guru agama akan dapat mengatakan kepada kita apa yang harus dilakukan untuk memperkuat keselamatan, tetapi ingat, tidak seorang pun dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini tidak sama dengan menyelamatkan orang yang berada dalam keadaan bahaya. Inilah pembebasan dari kekotoran batin dan penderitaan duniawi. Hal inilah yang menyebabkan mengapa kita harus bekerja sendiri untuk mencapai kebebasan atau persamaan; sebagaimana nasihat yang diberikan oleh guru-guru agama.
“Tidak ada seorangpun yang dapat menyelamatkan orang lain.
Dapatkah anda berpikir bahwa ada guru agama lain yang akan mengatakan hal-hal tersebut?
Sang Buddha hanya penunjuk jalan.”
Inilah kebebasan yang kita miliki dalam ajaran Sang Buddha.
Itulah sepuluh nasehat yang diberikan oleh Guru Agung junjungan kita -Sang Buddha Gotama kepada kelompok anak muda suku Kalama, yang datang kepada Beliau dan bertanya; “Bagaimanakah sikap yang benar untuk menerima sebuah agama, dan bagaimanakah caranya untuk memutuskan ajaran mana yang benar?”
Jangan menjadi manusia egois atau memperbudak orang lain; dan jangan melakukan sesuatu yang hanya menguntungkan seseorang saja, tetapi pertimbangkan manfaat bagi yang lainnya. Beliau berkata kepada mereka, bahwa mereka akan dapat mengerti apa yang telah ditunjukkan Beliau dengan pengalaman. Beliau juga berkata tentang berbagai ragam praktik dan kepercayaan, hal-hal tertentu baik bagi seseorang akan tetapi belum tentu baik bagi orang lainnya, sebaliknya hal itu baik bagi dia akan tetapi tidak untuk yang sedang istirahat. Sebelum anda melakukan sesuatu, sebaiknya anda mempertimbangkan apakah manfaat yang akan diperoleh.
Inilah petunjuk-petunjuk Sang Buddha yang harus dipertimbangkan sebelum menerima suatu agama. Sang Buddha memberikan kebebasan penuh untuk memilih agama, sebagaimana yang ditunjukkan sebagai pendiri kita.
Agama Buddha adalah sebuah agama yang mengajarkan kita untuk mengerti, bahwa manusia bukan untuk agama, tetapi agama untuk digunakan manusia. Agama dapat diibaratkan seperti sebuah rakit untuk menyeberangi sungai. Setelah tiba di pantai seberang, seseorang dapat meninggalkan rakit tersebut dan melanjutkan perjalanannya.
Seorang manusia sebaiknya menggunakan agama untuk kemajuan dirinya dan mencari kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan. Agama Buddha adalah sebuah agama yang dapat kita gunakan untuk hidup dengan penuh perdamaian, dan mengajak yang lainnya hidup damai pula sebagaimana yang kita rasakan.
Sambil mempraktikkan ajaran agama, kita juga harus bersikap hormat terhadap agama lain. Sulit memang menaruh rasa hormat kepada kepercayaan orang lain, dan sikap buruk terhadap keyakinan orang lain yang tampak ini harus dapat ditoleransi dengan tanpa mengganggu atau menghina agama lain. Banyak agama lain yang telah mengajarkan kepada pengikut-pengikutnya untuk mengambil sikap ini.
Penerjemah : Hendri Gunawan
Editor : Tommy Jayamudita
Rancangan Kulit Muka : Tommy Jayamudita
Penerbit : Majalah Jalan Tengah, Jakarta
Cetakan : Pertama, Juni 1992
BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?
BAGAIMANA SANG BUDDHA WAFAT ?
Oleh : Dr. Bhikkhu Mettanando*
Selama hari Vesak, kita telah diberitahukan bahwa hari itu juga merupakan hari dimana Sang Buddha mencapai Parinibbana. Tetapi tidak banyak orang mengetahui bagaimana Sang Buddha wafat. Teks-teks kuno menampilkan dua kisah tentang wafatnya Sang Buddha. Apakah wafatnya Sang Buddha direncanakan dan merupakan kehendak Sang Buddha, atau apakah karena keracunan makanan, atau ada hal lain yang berkaitan satu sama dengan yang lain ? Inilah jawabannya.
Mahaparinibbana Sutta, yang merupakan kotbah panjang dalam Tipitaka Pali, tidak diragukan lagi merupakan sumber yang paling dapat dipercaya untuk perincian atas wafatnya Siddhattha Gotama (563-483 SM), Sang Buddha. Mahaparinibbana Sutta disusun dalam bentuk naratif yang membiarkan para pembaca untuk mengikuti kisah hari-hari terakhir Sang Buddha, yang dimulai dari beberapa bulan sebelum Beliau wafat.
Walaupun demikian, untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi terhadap Sang Buddha adalah suatu hal yang tidak sederhana. Sutta, atau kotbah, melukiskan dua kepribadian Sang Buddha yang saling bertolak belakang, yang satu mengesampingkan yang lainnya.
Kepribadian Sang Buddha yang pertama adalah sebagai pembuat keajaiban yang menyeberangkan diriNya dan rombongan para bhikkhu ke seberang Sungai Gangga (D II, 89), Yang dengan mata batin melihat keberadaan para dewa di atas bumi (D II, 87), Yang dapat hidup sampai akhir dunia dengan syarat seseorang mengundangNya untuk melakukan hal itu ( D II, 103), Yang menentukan waktu kemangkatanNya ( D II, 105), dan Yang kemangkatanNya dimuliakan dengan hujan bunga surgawi, serbuk kayu cendana dan musik surgawi (D II, 138).
Kepribadian Sang Buddha yang lainnya adalah sebagai layaknya makhluk berusia lanjut yang jatuh sakit ( D II, 120), Yang hampir kehilangan hidupNya karena sakit yang teramat sangat selama masa vassaNya (retreat musim hujan)yang terakhir di Vesali( D II, 100), dan Yang harus menghadapi penyakit dan kemangkatanNya yang tak didugaNya setelah mengkonsumsi hidangan khusus yang ditawarkan oleh penjamuNya yang dermawan.
Dua kepribadian ini bergantian muncul dalam bagian-bagian yang berbeda dari cerita naratif tersebut. Lebih dari itu, di dalamnya juga nampak dua penjelasan mengenai penyebab mangkatnya Sang Buddha : Yang pertama, kemangkatan Sang Buddha disebabkan oleh pengiringNya, Ananda, yang gagal mengundang Sang Buddha untuk tetap hidup sampai akhir dunia atau bahkan lebih lama dari itu (D II, 117). Yang kedua adalah bahwa Sang Buddha mangkat karena sakit yang mendadak yang dimulai setelah Beliau makan makanan yang dikenal sebagai "Sukaramaddava" (D II, 127-157).
Kisah yang pertama mungkin suatu legenda, atau hasil dari suatu pergumulan politik di dalam komunitas Buddhist selama tahap transisi, sedangkan kisah yang terakhir terdengar lebih realistis dan akurat dalam menggambarkan situasi kehidupan nyata yang terjadi di dalam hari-hari terakhir Sang Buddha.
Sejumlah studi telah memusatkan perhatian pada asal-muasal hidangan khusus yang dimakan oleh Sang Buddha selama makanan terakhirNya sebagai penyebab kemangkatanNya. Bagaimanapun juga, ada pendekatan lain yang didasarkan pada deskripsi tentang gejala-gejala dan tanda-tanda yang diberikan dalam Sutta, yang bisa dijelaskan oleh pengetahuan medis modern.
Dalam salah satu lukisan dinding yang berada di Wat (Vihara) Ratchasittharam, Sang Buddha dalam keadaan mendekati ajalNya, tetapi Beliau masih menyempatkan diri untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh petapa Subhadda, yang menjadi siswa terakhirNya, yang setelah ditahbis menjadi anggota sangha, kemudian menjadi seorang Arahat.
Apa yang kita ketahui
Dalam Mahaparinibbana Sutta, kita diberitahukan bahwa Sang Buddha menderita sakit secara tiba-tiba setelah Beliau memakan suatu hidangan khusus yang lezat, Sukaramaddava, yang secara harafiah diterjemahkan sebagai "daging babi lunak", yang telah disiapkan oleh penjamu dermawanNya, Cunda Kammaraputta. Nama dari hidangan tersebut menarik perhatian dari banyak sarjana, dan hal itu menjadi fokus dari riset akademis terhadap asal muasal makanan hidangan atau bahan baku yang digunakan di dalam memasak hidangan khusus ini.
Dalam Sutta sendiri selain menyediakan detil-detil yang berkaitan dengan tanda-tanda dan gejala-gejala dari penyakit Sang Buddha, juga menyertakan beberapa informasi yang dapat diandalkan mengenai keadaan Sang Buddha selama empat bulan sebelumnya, dan uraian ini juga sangat berarti secara medis.
Sutta di awali dengan rencana Raja Ajatasattu untuk menaklukkan negara saingannya, kerajaan Vajji. Sang Buddha melakukan perjalanan ke Vajji untuk memulai vassa (retreat musim hujan) terakhirNya. Dalam masa vassa ini Beliau jatuh sakit. Gejala dari penyakiNya adalah tiba-tiba dan sakit yang teramat sangat.
Walau demikian, di dalam Sutta tidak diuraikan tentang ciri-ciri dan letak penyakitNya. Sutta itu hanya menyinggung sekilas penyakit Beliau, dan dikatakan penyakitnya sangat keras, dan hampir membunuhNya.
Sesudah itu, Sang Buddha dikunjungi oleh Mara, Dewa Kematian, yang mengundang Beliau untuk mangkat. Sang Buddha tidak menerima undangan dengan segera. Hanya setelah Ananda, pengiringNya, gagal untuk mengenali isyarat yang diberikanNya mengenai kemangkatan Beliau. Sepotong pesan ini, meskipun terkait erat dengan mitos dan hal supernatural, memberikan kita beberapa informasi medis yang sangat berarti. Saat sutta ini disusun, penulisnya berada dalam keadaan terkesan bahwa Sang Buddha wafat bukan oleh karena makanan yang Beliau makan, tetapi dikarenakan Beliau telah memiliki penyakit yang serius dan akut serta memiliki gejala-gejala yang sama dengan penyakit yang pada akhirnya membuatNya mangkat.
Waktu Kejadian
Umat Buddha tradisi Theravada berpegang pada asumsi bahwa Buddha Historis wafat pada malam bulan purnama dalam penanggalan bulan di bulan Visakha (yang kadangkala jatuh pada bulan Mei sampai Juni). Tetapi waktu tersebut bertolak belakang dengan informasi yang terdapat dalam Sutta, dimana secara jelas bahwa Sang Buddha segera mangkat setelah masa vassa (retreat musim hujan), kemungkinan besar adalah pada musim gugur atau pertengahan musim dingin, yaitu antara bulan November hingga Januari.
Uraian tentang keajaiban akan mekarnya daun-daun dan bunga-bunga pada pohon-pohon sala ketika Sang Buddha berbaring di antaranya, menunjukkan periode waktu yang diberikan dalam sutta.
Bagaimanapun juga, musim gugur dan musim dingin adalah musim yang tidak cocok untuk pertumbuhan jamur, yang menurut beberapa sarjana dipercaya sebagai sumber racun yang dimakan Sang Buddha selama memakan makanan terakhirNya.
Diagnosa
Sutta menceritakan kepada kita bahwa Sang Buddha jatuh sakit dengan seketika setelah menyantap Sukaramaddava. Karena kita tidak mengetahui segalanya tentang sifat dasar makanan ini, menjadi sukar bagi kita untuk mengatakannya sebagai penyebab langsung dari penyakit Sang Buddha. Tetapi dari uraian yang diberikan, diketahui bahwa serangan penyakit tersebut berlangsung cepat.
Ketika menyantap, Sang Buddha merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan makanan itu dan ia menyarankan penjamuNya untuk menguburkan makanan tersebut. Segera setelah itu, Sang Buddha menderita sakit perut yang parah dan mengeluarkan darah dari rektumNya.
Masuk akal untuk kita asumsikan bahwa penyakit itu dimulai ketika Sang Buddha sedang menikmati makananNya, sehingga membuatNya berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dengan makanan yang tidak familiar itu. Karena kasih sayangNya kepada orang lain, maka Beliau sarankan agar makanan itu dikubur.
Apakah makanan yang beracun sebagai penyebab dari penyakit itu? Sepertinya tidak demikian. Gejala-gejala yang diuraikan tidak mengindikasikan keracunan makanan, yang bisa sangat akut , tetapi dapat dipastikan menyebabkan diare dengan darah. Umumnya, makanan beracun disebabkan oleh bakteri yang tidak segera membelah diri, tetapi mengalami suatu masa inkubasi selama dua sampai 12 jam untuk membelah diri, umumnya disertai dengan diare dan muntah-muntah yang akut, bukan dengan pendarahan.
Kemungkinan yang lain adalah bahan kimia beracun, yang juga memiliki efek cepat, tetapi bukanlah hal yang biasa bagi bahan kimia beracun menjadi penyebab pendarahan usus yang sangat parah. Makanan yang beracun dengan pendarahan usus langsung hanya bisa disebabkan oleh bahan kimia yang bersifat menghancurkan (korosif) seperti asam cuka yang keras, yang dapat dengan mudah menimbulkan penyakit seketika. Tetapi bahan kimia yang bersifat menghancurkan tersebut sudah pasti akan menyebabkan pendarahan pada usus bagian atas, yang menimbulkan muntah darah. Tidak satupun tanda-tanda parah tersebut disebutkan dalam teks.
Penyakit-penyakit radang dinding lambung juga dapat diabaikan dari daftar penyakit tersebut. Kendati faktanya bahwa penyakit ini menyerang dengan cepat, penyakit ini jarang diikuti oleh kotoran (feces) berdarah. Radang lambung dengan pendarahan usus menghasilkan kotoran berwarna hitam ketika radang menembus suatu pembuluh darah. Tukak pada saluran pencernaan yang lebih atas akan lebih memungkinkan mengakibatkan muntah darah, bukan pendarahan melalui rektum.
Bukti lain yang menyangkal kemungkinan ini adalah seorang pasien dengan radang lambung yang besar pada umumnya tidak mempunyai selera makan. Dengan menerima undangan untuk makan siang bersama sang penjamu, kita dapat berasumsi bahwa Sang Buddha merasa sesehat yang dirasakan orang manapun yang berada di awal usia 80nya. Dengan usiaNya yang demikian, kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa Sang Buddha tidak mempunyai suatu penyakit kronis, seperti TBC atau kanker atau suatu infeksi/peradangan tropis seperti penyakit tipus atau disentri, yang sangat lazim di jamanNya.
Penyakit-penyakit ini bisa mengakibatkan pendarahan usus bawah, tergantung pada letaknya. Penyakit-penyakit ini juga sesuai dengan sejarah dari penyakit awal Sang Buddha sepanjang masa vassa (retreat musim hujan). Tetapi penyakit-penyakit ini dapat dikesampingkan, karena pada umumnya penyakit-penyakit ini diikuti oleh gejala lain, seperti kelesuan, hilangnya selera makan, penurunan berat badan, busung atau buncit pada perut bagian bawah (abdomen). Tidak satupun gejala tersebut di sebutkan dalam sutta.
Wasir besar dapat menyebabkan pendarahan parah pada daerah pembuangan, tetapi sepertinya wasir mustahil dapat menyebabkan sakit yang sangat parah pada perut bagian bawah (abdomen) kecuali jika tersumbat. Tetapi hal itu akan sangat mengganggu perjalanan Sang Buddha ke rumah penjamuNya, dan jarang sekali pendarahan wasir disebabkan oleh makanan.
Mesenteric infarction
Penyakit yang sesuai dengan gejala-gejala yang yang telah dideskripsikan, yang disertai rasa sakit hebat pada perut bagian bawah (abdominal) dan mencret darah, umumnya ditemukan pada orang-orang usia lanjut, dan dipicu oleh makanan adalah mesenteric infarction (terganggunya jaringan pembuluh darah sekita usus), yang disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah di mesentery. Hal ini sangat mematikan. Ischaemia Mesenteric akut (berkurangnya suplai darah ke mesentery)adalah suatu kondisi yang parah dengan resiko kematian yang tinggi.
Mesentery adalah bagian dari dinding usus yang mengikat keseluruhan bidang usus sampai rongga abdominal. Terhambatnya suplai darah di sekitar usus biasanya menyebabkan kematian pada jaringan tisu di bagian besar dari saluran usus bagian akhir (intestinal tract), yang akan mengakibatkan luka sayatan pada dinding saluran usus bagian akhir.
Secara normal hal ini menghasilkan sakit yang teramat sangat pada perut bagian atas (abdomen) dan mencret darah. Pasien pada umumnya meninggal karena kekurangan darah yang sangat parah. Kondisi ini sesuai dengan informasi yang diberikan dalam sutta. Hal ini juga dikuatkan kemudiannya ketika Sang Buddha meminta Ananda untuk mengambil sedikit air untukNya untuk diminum, yang menandakan Beliau sangat haus.
Seperti yang dikisahkan, Ananda menolak, karena Ananda tidak menemukan sumber air bersih. Ananda berargumen dengan Sang Buddha bahwa aliran sungai yang terdekat telah dikeruhkan oleh rombongan kereta besar. Tetapi Sang Buddha meminta Ananda dengan tegas untuk mengambil air bagaimanapun juga.
Sebuah pertanyaan muncul pada poin ini: Mengapa Sang Buddha tidak pergi sendiri saja ke sumber air, daripada mendesak Ananda yang enggan untuk melakukannya ? Jawabannya sederhana. Sang Buddha sedang menderita shock yang disebabkan oleh kehilangan banyak darah. Beliau tidak mampu berjalan lagi, dan dari saat itu sampai ke tempat peristirahatan terakhirNya Beliau hampir dapat dipastikan berada dalam tandu.
Jika situasinya memang demikian, sutta tidak mengisahkan tentang perjalanan Sang Buddha ke peristirahatan terakhirnya, kemungkinannya karena si penulis merasa bahwa hal itu akan memalukan Sang Buddha. Secara geografis, kita mengetahui bahwa jarak antara tempat yang di percaya sebagai rumah Cunda dengan tempat dimana Sang Buddha mangkat adalah sekitar 15 sampai 20 kilometer. Tidaklah mungkin bagi seorang pasien penderita penyakit yang mematikan seperti itu untuk berjalan kaki dengan jarak seperti itu.
Lebih memungkinkan, apa yang terjadi adalah Sang Buddha dibawa dalam sebuah tandu oleh sekelompok bhikkhu ke Kusinara (Kushinagara).
Yang menjadi point perdebatan adalah apakah Sang Buddha benar-benar bertekad untuk mangkat di kota ini (Kusinara), mengingat bahwa kota ini diperkirakan tidak lebih besar dari dari sebuah kota kecil. Dari arah perjalanan Sang Buddha yang diberikan dalam sutta, Beliau menuju ke utara dari Rajagaha. Ada kemungkinan Beliau tidak berniat untuk mangkat di sana, tetapi di kota tempat kelahiranNya dimana membutuhkan waktu tiga bulan untuk sampai ke sana.
Dari sutta, sudah jelas bahwa Sang Buddha tidak mengantisipasi penyakit mendadakNya, jika tidak, Beliau tidak akan menerima undangan penjamuNya. Kusinara mungkin merupakan kota yang terdekat dimana Beliau bisa menemukan seorang dokter untuk merawat diriNya. Tidaklah sukar untuk membayangkan sekelompok bhikkhu dengan terburu-buru membawa Sang Buddha di atas sebuah tandu menuju ke kota yang terdekat untuk menyelamatkan hidupNya.
Sebelum mangkat, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda untuk tidak menyalahkan Cunda atas kemangkatanNya dan Beliau mangkat bukan disebabkan memakan Sukaramaddava. Pernyataan ini sangat penting. Makanan tersebut bukanlah penyebab secara langsung atas kemangkatanNya. Sang Buddha mengetahui bahwa gejala penyakit yang muncul merupakan gejala yang pernah Beliau alami beberapa bulan lebih awal, yang telah hampir membunuhNya.
Sukaramaddava, apapun bahannya ataupun cara memasaknya, bukanlah penyebab langsung dari penyakit mendadakNya.
Tahapan perkembangan penyakit
Mesenteric infarction adalah suatu penyakit yang biasanya ditemukan di antara orang lanjut usia, disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah utama yang menyuplai bagian tengah dinding saluran usus kecil bagian akhir dengan darah. Penyebab yang paling umum dari penyumbatan ini adalah melemahnya dinding pembuluh darah (vessel), pembuluh darah besar mesenteric, yang menyebabkan sakit yang teramat sangat pada perut bagian atas (abdomen), yang juga dikenal sebagai abdominal angina (keram perut).
Secara normal, rasa sakit dipicu oleh makanan yang berat (besar), yang memerlukan aliran darah lebih tinggi ke saluran pencernaan. Ketika penyumbatan terjadi, saluran usus kecil kehilangan persediaan darah nya , yang kemudian terjadi hambatan suplai darah, atau mati rasa setempat (gangrene), pada bagian saluran usus akhir (intestinal tract). Hal ini pada gilirannya mengakibatkan luka sayatan pada dinding saluran usus akhir, pendarahan yang sangat dalam pada saluran usus akhir, dan kemudian diare berdarah.
Penyakit menjadi tambah parah ketika cairan dan isi usus mengalir ke luar melalui rongga peritoneal, sehingga menyebabkan radang selaput perut atau radang dinding abdominal.
Ini sudah merupakan kondisi yang mematikan bagi si pasien, yang sering kali meninggal karena kehilangan darah dan cairan tubuh lainnya. Jika tidak diperbaikan dengan pembedahan, penyakit ini sering berkembang menjadi septic shock karena masuknya racun-racun bakteri ke dalam aliran darah.
Analisa Retrospektif (kebelakang)
Dari hasil diagnosa tersebut di atas, kita dapat lebih memastikan bahwa Sang Buddha menderita mesenteric infarction yang disebabkan oleh penyumbatan pada superior mesenteric artery. Inilah penyebab rasa sakit yang hampir saja merenggut ajal Beliau beberapa bulan lalu saat vassa (retret) musim hujan terakhirNya.
Dengan berkembangnya penyakit itu, sebagian dari selaput lender usus Beliau terkelupas, dan di sinilah yang menjadi menjadi asal muasal pendarahan tersebut. Arteriosclerosis, pengerasan dinding pembuluh darah akibat penuaan, merupakan penyebab dari tersumbatnya pembuluh darah, penyumbatan kecil yang tidak akan mengakibatkan diare berdarah, tapi merupakan gejala, yang juga kita kenal sebagai abdominal angina (keram perut).
Beliau mendapat serangan kedua ketika sedangan makan Sukaramaddava. Pada awalnya rasa sakit itu tidak begitu hebat, tapi membuat Beliau merasa ada yang sesuatu yang tidak beres. Mempertanyakan akan makanan itu, Beliau lalu meminta tuan rumah untuk menguburkan makanan itu sehingga yang lain tidak akan menderita karenanya.
Segera, Sang Buddha menyadari bahwa penyakit itu serius, dengan adanya mencret darah yang disertai rasa sakit yang hebat pada bagian perut. Karena kehilangan banyak darah, Beliau mengalami shock. Tingkat dehidrasi atau kehilangan cairan darah sudah sedemikian parah sehingga Beliau tidak sanggup lagi mempertahankan diri dan harus berteduh di sebuah pohon di sekitar situ.
Merasa sangat haus dan kelelahan, Beliau meminta Ananda untuk pergi mengambilkan air untuk diminumNya, walaupun Beliau mengetahui bahwa airnya keruh. Di sanalah Beliau pingsan sehingga rombongan pengiring Nya membawa Beliau ke kota terdekat, Kusinara, dimana ada peluang untuk menemukan dokter atau penginapan untuk memulihkan diriNya.
Mungkin benar Sang Buddha menjadi lebih baik setelah minum untuk menggantikan cairan tubuhNya yang hilang, dan beristirahat di atas tandu. Pengalaman dengan gejala-gejala yang sama memberitahukan Beliau bahwa penyakitNya yang tiba-tiba ituadalah serangan kedua dari penyakit yang sudah ada. Beliau memberitahukan Ananda bahwa bukan makanan itu sebagai penyebab penyakitNya, dan Cunda jangan di salahkan.
Pasien yang mengalami shock, dehidrasi, dan kehilangan banyak darah biasanya merasa sangat dingin. Inilah sebabnya Beliau meminta pengiringNya untuk menyiapkan pembaringan yang dialasi dengan empat lembar Sanghati. Sesuai dengan disiplin monastic Buddhist (Vinaya), Sanghati adalah selembar kain atau seprei, yang diijinkan oleh Sang Buddha utnuk dipakai oleh para bhikkhu dan bhikkhuni pada musim dingin.
Informasi ini mencerminkan betapa Sang Buddha merasa dingin karena kehilangan darahNya. Secara klinis, tidaklah memungkinkan bagi pasien yang sedang dalam keadaan shock dengan rasa sakit yang hebat di bagian perut, kemungkinan besar mengalami peritonitis atau peradangan pada dinding perut, pucat, dan sedang menggigil kedinginan, untuk bisa berjalan.
Kemungkinan terbesar Sang Buddha diistirahatkan di sebuah penginapan yang terletak di kota Kusinara, di mana Beliau dirawat dan diberi kehangatan. Pandangan ini juga sesuai dengan deskripsi tentang Ananda yang menangis, tidak sadarkan diri, dan berpegangan pada pintu penginapan setelah tahu Sang Buddha akan segera wafat.
Secara normal,pasien yang menderita mesenteric infarction dapat hidup 10 sampai dengan 20 jam. Dari sutta kita tahu Sang Buddha wafat sekitar 15 sampai 18 jam setelah serangan itu. Selama jangka waktu itu, para pengiringNya telah mengusahakan upaya terbaik mereka untuk menyamankan Beliau, misalnya, dengan menghangatkan kamar istirahatNya, atau dengan meneteskan beberapa tetes air ke mulut Beliau untuk menghilangkan rasa hausNya yang terus-menerus, atau dengan memberikan Beliau minuman herbal. Namun kecil sekali kemungkinannya pasien yang sedang mengigil kedinginan akan membutuhkan seseorang untuk mengipasi diriNya sebagaimana yang dideskripsikan dalam sutta.
Beliau mungkin silih berganti pulih dari kndisi kelelahan sehingga memungkinkan diriNya untuk melanjutkan pembicaraan dengan beberapa orang. Kebanyakan kata-kata terakhir Beliau kemungkinan benar adanya, dan kata-kata tersebut dihafal dari satu generasi bhikkhu ke generasi bhikkhu lainnya hingga ditranskripkan. Tapi pada akhirnya, di malam yang semakin larut, Sang Buddha wafat saat septic shock kedua menyerang. Penyakit Beliau berasal dari sebab-sebab yang alami ditambah usia lanjut, sebagaimana yang bisa menimpa siapa saja.
Kesimpulan
Hipotesisa yang secara garis besar di uraikan di atas menjelaskan beberapa kejadian dari kisah di dalam sutta, sebut saja, desakan agar Ananda pergi mengambilkan air, permintaan Sang Buddha agar tempat tidurnya dilapisi empat lembar kain, permintaan agar makanan itu dikubur, dan lain sebagainya.
Hipotesa ini juga menyingkap kemungkinan lain yaitu sarana transportasi yang digunakan oleh Sang Buddha untuk pergi ke Kusinara dan ranjang kemangkatanNya. Sukaramaddava, apapun sifat dasarnya, sepertinya bukanlah penyebab langsung dari penyakit Beliau. Sang Buddha wafat bukan karena keracunan makanan. Melainkan, karena porsi makan, yang relatif terlalu besar untuk saluran pencernaanNya yang sudah bermasalah. Porsi makan inilah yang memicu serangan mesenteric infarction kedua yang mengakhiri hidupNya.
*)
Dr. Bhikkhu Mettanando adalah Bhikkhu Thailand yang telah mengajar meditasi selama lebih dari tiga puluh tahun. Beliau mendapatkan S1 untuk sains dan gelar dokter dari Universitas Chulalongkorn, Thailand, dan menguasai bahasa Sanskerta dan kebudayaan agama India kuno berkat gelas Master yang diperolehnya dari Universitas Oxford. Beliau juga mendapat gelar Master Theologi dari Havard Divinity School dan PhD. dari Universitas Hamburg, Jerman. Tesisnya difokuskan pada Meditasi dan Penyembuhan dari Tradisi Theravada di Thailand dan Laos. Saat ini mengajar Agama Buddha dan Meditasi di Universitas Chulalongkorn dan Universitas Assumption, juga aktif di bidang pengobatan alternatif dalam hospice and palliative care, dan mengajar etika medis pada dokter dan perawat Thailand maupun secara internasional.
Judul asli: How Buddha Died
Oleh: Dr. Bhikkhu Mettanando
Diterjemahkan dan online di : Bhagavant.com
Soundtrack New Moon
Sabtu, 28 November 2009
KISAH – KISAH KELAHIRAN KEMBALI
Banyak orang yang mengunjungi suatu tempat untuk pertama kalinya merasa bahwa mereka pernah melihat tempat itu sebelumnya. Yang lain bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya dan merasa bahwa wajah orang yang ditemuinya sudah tak asing lagi. Pengalaman – pengalaman semacam itu menimbulkan pertanyaan :
Apakah kita pernah berada di sini sebelumnya ?
Apakah ini kelahiran kembali ?
Apakah engkau percaya pada kelahiran kembali ataupun tidak, mungkin sekali pada suatu saat dalam kehidupanmu engkau pernah bertemu dengan seseorang yang menceritakan kepadamu tentang bagaimana ketika mereka pertama kali mengunjungi suatu tempat, tempat itu sepertinya tak asing lagi, atau seseorang yang baru mereka temui untuk pertama kalinya sepertinya adalah seseorang yang pernah mereka temui sebelumnya.
Apakah penyebab semua ini ? Apakah engkau pikir ini merupakan hasil dari mimpi masa lalu ? Ataukah engkau berpikir bahwa ini hanyalah merupakan sebuah pertanyaan tentang kemiripan yang luar biasa ?
Engkau akan menemukan bahwa orang yang bersangkutan yakin, reaksi keheranan mereka jauh dari hanya mimpi. Ini terlalu jelas, terlalu nyata.
Lalu apakah jawabannya ? Pertama – tama, pertimbangkan pengalaman dari orang – orang yang masih hidup hingga kini yang yakin bahwa tidak ada jawaban lain selain kelahiran kembali.
BAYINYA YANG PERTAMA.
Kisah yang ditulis oleh Parry Miller ini dimuat dalam Sunday Times of Ceylon, 13 Januari 1954.
Kini izinkanlah saya untuk menceritakan kepada kalian sebuah kisah yang mengherankan tentang seorang ibu dan putranya. Saya berbicara dengan si ibu di rumah susunnya tidak jauh dari persimpangan Taman Hyde.
Ceritanya dimulai ketika si ibu menunjukkan kepada saya foto sebuah makam di Kuala Lumpur, Malaysia. Itu adalah makam putranya yang berusia lima tahun. Dan batu nisan pada makam itu memuat tulisan yang unik. Di bawah patung batu sebesar badan seorang anak yang tampan terukir kata – kata ini:
Demi keagungan Tuhan
Dan untuk kenangan indah
Dari putra kami tercinta
Philip Pryce Smith
Lahir 22 Oktober 1920
Meninggal dunia 22 November 1925
Dilahirkan kembali 23 Februari 1927
Tuhan bekerja dengan cara misterius
Terjadilah keajaiban – Nya.
Dan inilah kisah yang digambarkan oleh Ny. Smith sebagai “ pengalaman terhebat dalam hidupku “.
“ Aku pergi ke Malaysia sebagai istri seorang insinyur, “ ia berkata kepadaku dan Philip adalah putra kami yang pertama. Ia adalah seorang anak yang tampan dan bahagia dan tentu saja ia merupakan segala – galanya bagiku. Kemudian, saat hujan lebat di musim hujan pada bulan November, tiba – tiba ia jatuh sakit. Ia terserang desentri dan setelah sakitnya berlangsung selama delapan hari ia meninggal dunia – sebulan setelah hari ulang tahunnya yang kelima. Aku merasa sangat sedih. Aku telah melahirkannya, aku berharap, aku selalu menjadi seorang wanita yang taat, wanita yang saleh. Namun aku tak dapat mengerti, mengapa Tuhan Yang Maha Pengasih mengambil anakku satu – satunya dariku “.
Setelah pemakaman, suami Ny. Smith mengirimnya ikut pelayaran ke Birma. Tetapi ia tetap saja merasa sedih. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam kapal dengan berlutut dalam kabinnya atau menangis tersedu – sedu di tempat tidurnya.
Suatu hari, di awal bulan Desember, ketika kapal sedang bergerak menuju pelabuhan Moulmein, Birma, setelah didera kesedihan yang mendalam di tepi tempat tidurnya, Ny. Smith berlutut di atas lantai kabinnya lagi. “ Aku mencurahkan isi hatiku kepada Tuhan, “ katanya kepadaku dengan tenang, “ dan ketika aku bangkit aku merasa dikuasai oleh perasaan aneh. Aku merasa penting sekali untuk berbicara kepada seorang Birma yang pernah kulihat di atas kapal. Aku tidak mengenalnya, tak pernah berbicara dengannya. Namun perasaan itu harus dituruti. Aku bahkan tidak berganti pakaian. Aku hanya memakai kimono, lalu lari keluar dari kabinku dan menuju dek “.
“ Di sana orang Birma itu berdiri di samping pagar jeruji, memandang jauh ke seberang lautan di mana terdapat kota Moulmein. Aku melihat ke arah yang sama pula. Aku melihat sebuah pagoda, berkilauan terkena sinar matahari. Saat itu sulit bagiku untuk memulai percakapan, aku merasa lidahku kelu. Tetapi akhirnya mataku kembali melihat pagoda. Aku berjalan menghampiri orang itu lalu menanyakan namanya. Dan setelah ia menjawab aku dengan berani bertanya : “ Dalam agamamu apa yang engkau percayai terjadi pada seorang anak setelah ia meninggal dunia ?”
“ Jawabnya sederhana, “ Kami percaya, “ katanya, “ Si anak yang meninggal dunia akan dilahirkan kembali “.
“ Dan tiba – tiba sepertinya aku memahami segalanya. Aku merasa kalau aku sengaja diarahkan menuju Birma ini, dan orang itu telah diarahkan untuk menyampaikan kepadaku pesan yang telah lama kucari dan kuharapkan dan tiba – tiba aku tahu bahwa segalanya akan berjalan baik, anakku yang hilang akan kembali kepadaku “.
“ Setelah kembali ke Malaysia aku memberitahu teman – temanku mengenai pengalamanku dan keyakinan kuat yang datang padaku. Mereka, tentu saja tidak percaya. Mereka mengira penderitaanku telah membuatku bingung. Aku juga mulai mengira – ngira apakah aku berpegang teguh pada keyakinan ini semata – mata karena aku tertimpa kesedihan dan memerlukan penghiburan “.
“ Dengan timbulnya keraguan ini, aku hampir mulai putus asa lagi. Kemudian pertanda selanjutnya datang padaku. Aku memimpikan putraku. Ia berbicara kepadaku, dengan lengannya melingkari leherku. “ Aku kembali padamu, Bu, “ katanya. Dan aku menemukan sesuatu yang bagiku sepertinya, sebuah pertanda yang lebih jauh, buku gambar miliknya. Ia masih terlalu muda untuk menulis kata – kata, tetapi ia dapat menulis huruf – huruf. Dan ketika memeriksa buku ini suatu hari aku menemukan bahwa ia telah menuliskan dengan pensilnya kata “ pagoda “. Aku terkejut. Aku tak dapat mengerti bagaimana ia dapat menulis kata ini. Aku hanya dapat menerimanya sebagai pertanda yang lebih jauh dari hal – hal aneh yang sedang terjadi “.
“ Kemudian, dalam sebuah mimpi sekitar bulan Maret 1926, dan sekitar 14 minggu setelah kematian Philip, ia memberitahuku lagi bahwa ia akan kembali. “ Aku akan kembali padamu dua bulan setelah Natal, Bu “, katanya. Dan hampir dua belas bulan kemudian di Bulan Februari 1927, Hal itu terjadi. Philip dilahirkan kembali bagiku “.
Demikianlah, cerita Ny. Smith yang menakjubkan. Kami tahu apa yang akan dikatakan oleh orang yang tidak percaya. Tetapi keyakinan kuatnya bukanlah semata – mata karena ia dalam kesedihan sehingga menghibur dirinya sendiri dengan ajaran dari Timur yang penuh mistik yang menghibur. Putranya benar – benar lahir dua kali darinya.
Ia berkata kepadaku, “ Jika aku berhenti percaya bahwa Philip adalah reinkarnasi dari Philip yang telah meninggal dunia, aku tak akan percaya kepada Tuhan “.
Hari ini Philip berusia 26 tahun. Ia bersekolah di negeri Inggris yang terkenal dan ia kini seorang insinyur yang bekerja di Australia.
ANAK KEMBAR MENGINGAT HARI KEMATIANNYA.
Kisah yang ditulis oleh John Macklin ini terbit di Ceylon Sunday Observer, pada tanggal 4 April 1965.
Cerita tentang anak kembar Pollock mungkin merupakan bukti terkuat dalam rangkaian bukti – bukti yang mendukung teori kelahiran kembali. Mereka membicarakan kejadian yang terjadi delapan tahun yang lalu, peristiwa – peristiwa yang terjadi pada dua orang anak yang meninggal dunia sebelum anak kembar itu dilahirkan.
Joanna Pollock yang berusia 11 tahun dan adik perempuannya berusia 6 tahun, Jacqueline, melompat – lompat dengan gembira di trotoar dalam perjalanan mereka menuju misa. Waktu itu hari Minggu di bulan Mei 1957, di kota Whitley Bay di tepi pantai. Tiba – tiba kedamaian di awal musim panas itu pun sirna. Sebuah mobil memutari simpang jalan menerjang ke arah anak – anak itu. Kedua anak itu terluka parah.
Ini merupakan peristiwa tragis bagi pengantar susu keliling John Pollock dan istrinya Florence, menerima kenyataan bahwa kedua putrid mereka meninggal dunia. Dan setiap hari kesedihannya bertambah. Keluarga Pollock yakin bahwa Joanna dan Jacqueline kembali ke rumah kecil di balik laut utara yang kelabu.
Cerita mengenai anak kembar Pollock sudah menjadi bukti terkuat dalam rangkaian bukti – bukti yang mendukung teori kelahiran kembali. Peneliti kebatinan menilainya sebagai salah satu cerita yang paling menakjubkan dan menarik pada dekade itu.
Gillian dan Jennifer dilahirkan tujuh belas bulan setelah tragedi itu. Tak ada seorang pun yang pernah membicarakan pada mereka secara rinci perihal kematian saudara perempuan mereka… namun mereka tahu mengenai kecalakaan itu sampai pada hal yang sekecil – kecilnya. Dan semua yang mereka katakan sesuai dengan kenyataan. Jennifer yang lebih muda sepuluh menit dari anak kembar berusia 5 tahun itu, menyerupai Jacqueline, yang lebih muda dari kedua bersaudara yang telah meninggal dunia. Foto – foto menunjukkan kemiripan yang jelas.
Sejak malam ia dilahirkan, Jennifer memiliki bekas luka yang berwarna putih sepanjang 1,25 inci di dahinya. Jacqueline juga memiliki bekas luka yang sama – akibat jatuh ketika ia berusia tiga tahun. Masih ada kemiripan – kemiripan lain yang luar biasa : Jennifer memiliki tanda lahir yang berwarna merah kecoklatan di pinggangnya, berukuran sebesar sekitar 1 Shilling – Jacqueline juga memiliki tanda yang sama.
Keluarga Pollock terus mencatat kesamaan – kesamaan antara anak – anaknya yang masih hidup dengan anak – anaknya yang telah meninggal. Contohnya : Jennifer senang menulis. Tanpa disuruh ia melakukan kebiasaan aneh dengan memegang pensilnya di antara jari tengah kanannya dan menggerakkannya dengan jari telunjuk. Jacqueline juga melakukan hal yang sama.
Para peneliti tertarik dengan bukti – bukti yang ditawarkan oleh Tn. dan Ny. Pollock. Mereka mewawancarai anak – anak perempuan itu dan mendengarkan fakta – fakta tentang benda – benda dan tempat – tempat yang tidak pernah dialami atau dilihat oleh Jennifer dan Gillian tetapi pernah dialami atau dilihat oleh Joanna dan Jacqueline.
Gillian meniru Joanna dalam banyak hal pula. Ia menggunakan banyak ungkapan yang sama, cara berjalan yang sama, kecenderungan yang sama jika menggandeng tangan saudaranya.
Tetapi mungkin fakta yang paling menakjubkan adalah bahwa anak – anak itu membicarakan peristiwa kecelakaan tersebut, seolah – olah kejadian itu menimpa diri mereka sendiri. Gillian sering berbicara tentang rincian – rincian yang tak pernah diceritakan oleh orang lain kepadanya. Baru – baru ini Ny. Pollock mendapati Gillian, tangannya di bahu Jennifer, sedang menggambarkan secara gamblang luka – luka yang di derita Jacqueline dalam tabrakan itu.
Suatu ketika, sesudah anak – anak itu pergi jalan – jalan, seorang tetangga melihat mereka sedang menangis di sisi jalan. Mereka sedang berdiri tepat di lokasi di mana tragedi itu terjadi – dan sekali lagi, tidak ada seorang pun yang pernah memberitahu mereka lokasi yang tepat.
Suatu ketika Jennifer bertanya kepada ibunya, “ apa yang terjadi pada Tuan ? Apakah ia masih sangat sedih mengenai tabrakan itu ? Jennifer menyinggung nama pria yang mengendarai mobil itu, tahu di mana ia tinggal dan apa jenis kendaraan yang dikendarainya.
“ Baru – baru ini, “ kata ayahnya ; ketika aku berada di loteng aku menemukan sebuah kotak mainan yang telah kusimpan sejak anak – anak meninggal. Aku yakin sekali kalau si kembar tidak pernah melihat kotak itu dan tidak memiliki gambaran apa isi kotak itu. Aku memutuskan untuk memberikan mainan itu kepada mereka. Begitu aku membuka kotak itu, Gillian menyambar mainan kecil alat pemeras untuk memeras pakaian boneka yang basah dan berteriak kegirangan : “ Lihat ayah – ini alat pemerasku kembali “. Mainan itu dulunya milik Joanna dan merupakan mainan kesukaannya.
Kejadian – kejadian seperti ini – dan banyak lagi – yang membawa para ahli berkesimpulan bahwa anak kembar Pollock sudah pernah lahir ke dunia sebelumnya.
Orang terakhir yang perlu diyakinkan adalah ayah mereka. Ia beragama Katolik Roma, dan kepercayaannya itu tidak menerima teori reinkarnasi ( terdapat bukti bahwa kehidupan sebelum kelahiran diakui pada masa awal Gereja Kristen, tetapi kemudian dinyatakan ditolak oleh Sidang Kedua Konstantinopel pada tahun 553. Lihat Reincarnation, An East West Anthology, h.321 – penulis ). Tetapi sejak anak – anak meninggal ia memiliki perasaan aneh bahwa mereka akan digantikan dengan anak perempuan kembar dalam keluarganya. Ny. Pollock mencemooh pemikiran itu – demikian pula para dokter yang memeriksa Ny. Pollock. Mereka hanya dapat mendengar satu detak jantung. Tetapi yang lahir adalah anak kembar.
Pada mulanya Ny. Pollock tidak dapat menerima pemikiran reinkarnasi. Kini ia berkata : “ Aku telah dipaksa untuk menerimanya secara serius. Kemiripan badan jasmani yang menakjubkan, hal – hal luar biasa yang mereka katakan, dan kesamaan dalam hal – hal yang mereka perbuat telah membuatku percaya bahwa pastilah ada sesuatu di dalamnya. Orang – orang pernah datang ke rumah – orang – orang itu belum pernah berkunjung sejak Jacqueline dan Joanna meninggal, tetapi di kembar langsung mengenali mereka. Mereka selalu mengetahui nama – nama mereka. Bagaimana kalian dapat menjelaskan hal – hal seperti ini ?
Para peneliti kebatinan mengajukan pertanyaan yang sama, “ Saat anak – anak sudah cukup besar, “ Kata John Pollock, “ Aku akan memberitahu mereka tentang keyakinanku bahwa mereka sesungguhnya adalah dua saudara perempuan mereka yang kembali ke dunia. Lalu mereka dapat memilih untuk menyerahkan diri mereka di bawah pengaruh hipnotis yang mungkin dapat mengungkapkan lebih banyak tentang kehidupan mereka sebelumnya. “. Kemudian, mungkin cahaya baru akan terpancar dari cerita yang mengherankan mengenai anak kembar Pollock – anak – anak perempuan, yang sepertinya, menjalani kehidupan kedua kalinya.
ANAK – ANAK YANG LUAR BIASA KEPANDAIANNYA.
Sepanjang zaman, anak yang luar biasa kepandaiannya selalu menimbulkan daya tarik yang amat besar dalam sejarah manusia.
Jean – Louis Gardiac, “ anak ajaib “ dari Chateau de Gardiac, Prancis, yang lahir pada tahun 1719 dapat menghafalkan abjad ketika ia baru berusia tiga bulan, dan kemajuan mentalnya cepat dan menyakinkan. Pada usia tiga tahun ia dapat membaca huruf Latin dengan mudah dan pada usia empat tahun ia dapat menerjemahkannya dalam bahasa Prancis dan Inggris dengan lancar. Pada saat ia mencapai usia enam tahun ketika sebagian besar anak – anak mulai mengerti apa itu sekolah, Gardiac dapat membaca bahasa Yunani dan Yahudi, dan telah menguasai ilmu matematika, sejarah, geografi dan ilmu lambang. Seperti layaknya anak jenius lainnya, hidupnya singkat tapi menakjubkan, ia meninggal dunia di Paris ketika baru berusia tujuh tahun.
Bagaimana engkau menjelaskan tentang Mozart yang dapat mengubah musik pada usia lima tahun ? Wolfgang Amadeus Mozart ( 1756 – 1791 ) lahir di Salizburg, Austria. Pada usia tiga tahun, sudah jelas sekali bahwa anak itu merupakan anak yang luar biasa kepandaiannya. Jari – jari mungil Wolfgang mulai membunyikan melodi dari piano dan tidak lama kemudian ia merupakan pemain biola kecil yang cakap. Pada usia empat tahun, ia telah menulis sonatanya yang pertama. Pada usia tujuh tahun opera lengkapnya yang pertama selesai.
Kemudian ada orang Polandia yang luar biasa pandainya Joseph Hofman, yang memainkan piano pada usia satu setengah tahun, memainkan nomor – nomor klasik bahkan ketika ia belum menjangkau bagian atas piano ? Apakah ada jawaban yang masuk akal selain hasil dari ingatan pengalaman – pengalaman yang lampau ?
Bagaimana engkau menerangkan tentang orang seperti Sir William Hamilton ? Ia dapat berbicara dalam bahasa Yahudi ketika berusia tiga tahun… pada usia 13 tahun William Hamilton dapat berbicara dalam 13 bahasa, di antaranya bahasa Iran, Arab dan Hindustan.
Saya rasa, anda dapat membantah bahwa anak yang luar biasa kepandaiannya ini semata – mata mewarisi kejeniusan mereka. Tetapi anehnya adalah sebagian besar dari mereka tidak memiliki orang tua ataupun sanak keluarga yang memiliki bakat dalam bidang yang mereka kuasai. Keturunan sepertinya tidak tepat, sepertinya tidak memberikan penjelasan ( “ Reincarnation Fact or Fiction ? “ oleh Don Easterd, Ceylon Times Weekender, 2 September 1967 ).
Sumber :
SPEKTRUM AJARAN BUDDHA
Kumpulan Tulisan Mahathera Piyadassi
Penerbit : YAYASAN PENDIDIKAN BUDDHIS TRI RATNA
Jumat, 27 November 2009
IndoTipster.com
Dapatkan hadiah super menarik seperti
BlackBerry BOLD, BlackBerry Javelin, BlackBerry Curve dan 17 HP NOKIA.100% GRATISS...!!
Selain itu anda juga bisa menonton pertandingan-pertandingan sepakbola LIVE..!!
Tunggu apa lagi?
Bergabunglah sekarang juga dan menangkan hadiahnya..
>>>> JOIN NOW!!! <<<<
atau klik link ini:
http://indotipster.com/register.php?ref=tonywong888999
Senin, 09 November 2009
KIAMAT MENURUT BUDDHA-DHAMMA
1. Siklus naik.
2. Siklus turun.
1. Fase Kekosongan,
2. Fase “ Penciptaan “ ,
3. Fase statis / kediaman ,
4. Fase Kerusakan ( Kiamat ).
1. Kemerosotan pandangan ( ditthi-sakaya ) : aneka ragam gagasan dan pandangan terbalik muncul di seluruh pelosok dunia dan menjadi dominan di dalam benak manusia.
2. Kemerosotan hawa-nafsu ( kilesa-kasaya ) : manusia hanya mengejar kesenangan dengan menghalalkan segala cara. Segala jenis kejahatan merajalela dan perbuatan tercela ( dengan menggunakan standar hidup kita sekarang ) dianggapnya sebagai norma-norma. Orang-orang yang melakukan kejahatan bahkan disanjung sebagai pahlawan dan dihormati di masyarakat.
3. Kemerosotan kondisi manusia ( sattva-kasaya ) : mayoritas manusia tidak mendapatkan kepuasan batin dan kebahagiaan dalam kehidupan. Saat itu, fisik dan mental manusia jauh lebih inferior daripada saat kita hidup sekarang ini.
4. Kemerosotan jangka kehidupan manusia ( ayus-kasaya ) : jangka kehidupan rata-rata manusia secara makro menurun hingga ke titik kritis.
5. Kemerosotan zaman-dunia ( kalpa-kasaya ) : peperangan, bencana-alam, wabah-penyakit, gagal-panen, dan kelaparan melanda dunia. Saat mengalami ini, lingkungan hidup ( ekosistem dan ekologi ) semakin memburuk.
1. Peperangan,
2. Wabah penyakit.
3. Kelaparan.
MUNGKINKAH TERDAPAT TUJUH MATAHARI YANG AKAN MEMBAKAR BUMI?
1. Sahassi Culanika Lokadhatu , yaitu Seribu ( 1.000 ) tata-surya kecil. Didalam Sahassi Culanika Lokadhatu terdapat seribut ( 1.000 ) matahari, seribu ( 1.000 ) bulan, seribu ( 1.000 ) Sineru, seribu ( 1.000 ) Jambudipa, dll.
2. Dvisahassi Majjhimanika lokadhatu, yaitu seribu kali Sahassi Culanika Lokadhatu. Dalam Dvisahassi Majjhimanika Lokadhatu terdapat 1.000 x 1.000 tata surya kecil = 1.000.000 tata surya kecil. Terdapat 1.000 x 1.000 matahari = 1.000.000 matahari, terdapat pula 1.000 x 1.000 bulan = 1.000.000 bulan, dan seterusnya.
3. Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu terdapat 1.000.000 X 1.000 = 1.000.000.000 tata surya. Terdapat 1.000.000 x 1.000 matahari = 1.000.000.000 matahari, dan seterusnya.
Matahari Lebih dari Satu
2. Kelima tanda akhir zaman belum muncul. Yang ada sekarang adalah bencana alam yang sangat wajar ( wajar, karena, bumi tidak akan pernah berlalu tanpa adanya bencana alam ) bila dibandingkan dengan apa yang dimaksudkan dengan tanda-tanda akhir zaman tersebut. Juga peperangan yang disebabkan egoisme SARA semata.
3. Kita belum mengalami dimana “ratusan ribu tahun” tidak ada hujan. Kita masih bisa menikmati musim dengan baik ( meskipun terjadi sedikit pergeseran musim, yang lebih disebabkan karena karma-karma buruk kita sendiri ( baca artikel Bencana Alam dalam Perspektif Buddha-Dhamma di weblog ini ) ).
4. Kita belum mengalami masa dimana matahari kedua munul dan menyinari bumi ini secara kontinyu. Kemudian belum mengalami kemunculan matahari ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh muncul secara bersamaan. Dan kemunculan matahari-matahari tersebut, sangatlah membutuhkan waktu yang lama sekali, masih jutaan tahun lagi, bahkan lebih ( ingat sekali lagi, bahasa manusia yang delusiv dan relatif tak bisa dengan tepat menggambarkan sesuatu yang “Transenden” ).
5. Dan karena matahari-matahari itu belum muncul, air masih bisa kita nikmati, sungai kita masih tetap ada, lautan tetap ada, belum ada gunung yang mulai hancur , dan lain-lain tanda seperti yang disabdakan oleh Sang Buddha.